Rabu, 27 Oktober 2010

Panggung Dalam Pementasan Drama

Panggung

Dalam sejarah perkembangannya, seni teater memiliki berbagai macam jenis panggung yang dijadikan tempat pementasan. Perbedaan jenis panggung ini dipengaruhi oleh tempat dan zaman dimana teater itu berada serta gaya pementasan yang dilakukan. Bentuk panggung yang berbeda memiliki prinsip artistik yang berbeda. Misalnya, dalam panggung yang penontonnya melingkar, membutuhkan tata letak perabot yang dapat enak dilihat dari setiap sisi. Berbeda dengan panggung yang penontonnya hanya satu arah dari depan. Untuk memperoleh hasil terbaik, penata panggung diharuskan memahami karakter jenis panggung yang akan digunakan serta bagian-bagian panggung tersebut.
4.1.1 Jenis-jenis Panggung
Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton. Di atas panggung inilah semua laku lakon disajikan dengan maksud agar penonton menangkap maksud cerita yang ditampilkan. Untuk menyampaikan maksud tersebut pekerja teater mengolah dan menata panggung sedemikian rupa untuk mencapai maksud yang dinginkan. Seperti telah disebutkan di atas bahwa banyak sekali jenis panggung tetapi dewasa ini hanya tiga jenis panggung yang sering digunakan. Ketiganya adalah panggung proscenium, panggung thrust, dan panggung arena. Dengan memahami bentuk dari masingmasing panggung inilah, penata panggung dapat merancangkan karyanya berdasar lakon yang akan disajikan dengan baik.
4.1.1.1 Arena
Panggung arena adalah panggung yang penontonnya melingkar atau duduk mengelilingi panggung (Gb.274). Penonton sangat dekat sekali dengan pemain. Agar semua pemain dapat terlihat dari setiap sisi maka penggunaan set dekor berupa bangunan tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena dapat menghalangi pandangan penonton. Karena bentuknya yang dikelilingi oleh penonton, maka penata panggung dituntut kreativitasnya untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot yang digunakan dalam panggung arena harus benar-benar dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik bentuk, ukuran, dan penempatannya. Semua ditata agar enak dipandang dari berbagai sisi.

Panggung arena biasanya dibuat secara terbuka (tanpa atap) dan tertutup. Inti dari pangung arena baik terbuka atau tertutup adalah mendekatkan penonton dengan pemain. Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka cacat sedikit saja akan nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi dan meja berukir. Jika bentuk ukiran yang ditampilkan tidak nampak sempurna – berbeda satu dengan yang lain – maka penonton akan dengan mudah melihatnya. Hal ini mempengaruhi nilai artistik pementasan.
Lepas dari kesulitan yang dihadapi, panggun arena sering menjadi pilihan utama bagi teater tradisional. Kedekatan jarak antara pemain dan penonton dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk menimbulkan daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara langsung atau bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan kreatif bagi teater modern. Banyak usaha yang dilakukan untuk mendekatkan pertunjukan dengan penonton, salah satunya adalah penggunaan panggung arena. Beberapa pengembangan desain dari teater arena melingkar dilakukan sehingga bentuk teater arena menjadi bermacammacam.

Masing-masing bentuk memiliki keunikannya tersendiri tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan pemain dengan penonton.
4.1.1.2 Proscenium
Panggung proscenium bisa juga disebut sebagai panggung bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung proscenium (proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau gorden inilah yang memisahkan wilayah akting pemain dengan penonton yang menyaksikan pertunjukan dari satu arah (Gb.276). Dengan pemisahan ini maka pergantian tata panggung dapat dilakukan tanpa sepengetahuan penonton. Panggung proscenium sudah lama digunakan dalam dunia teater. Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton ini dapat digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor dapat bermain dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir melihatnya. Pemisahan ini dapat membantu efek artistik yang dinginkan terutama dalam gaya realisme yang menghendaki lakon seolah-olah benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

Tata panggung pun sangat diuntungkan dengan adanya jarak dan pandangan satu arah dari penonton. Perspektif dapat ditampilkan dengan memanfaatkan kedalaman panggung (luas panggung ke belakang). Gambar dekorasi dan perabot tidak begitu menuntut kejelasan detil sampai hal-hal terkecil. Bentangan jarak dapat menciptkan bayangan arstisitk tersendiri yang mampu menghadirkan kesan. Kesan inilah yang diolah penata panggung untuk mewujudkan kreasinya di atas panggung proscenium. Seperti sebuah lukisan, bingkai proscenium menjadi batas tepinya. Penonton disuguhi gambaran melalui bingkai tersebut. Hampir semua sekolah teater memiliki jenis panggung proscenium. Pembelajaran tata panggung untuk menciptakan ilusi (tipuan) imajinatif sangat dimungkinkan dalam panggung proscenium.
Jarak antara penonton dan panggung adalah jarak yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan gambaran kreatif pemangungan. Semua yang ada di atas panggung dapat disajikan secara sempurna seolah-olah gambar nyata. Tata cahaya yang memproduksi sinar dapat dihadirkan dengan tanpa terlihat oleh penonton dimana posisi lampu berada. Intinya semua yang di atas panggung dapat diciptakan untuk mengelabui pandangan penonton dan mengarahkan mereka pada pemikiran bahwa apa yang terjadi di atas pentas adalah kenyataan. Pesona inilah yang membuat penggunaan panggung proscenium bertahan sampai sekarang.
4.1.1.3 Thrust
Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per tiga bagian depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang menjorok ini penonton dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung (Gb.277). Panggung thrust nampak seperti gabungan antara panggung arena dan proscenium.

Untuk penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung Arena sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang. Sedangkan panggung belakang diperlakukan seolah panggung proscenium yang dapat menampilan kedalaman objek atau pemandangan secara perspektif. Panggung thrust telah digunakan sejak Abad Pertengahan (Medieval) dalam bentuk panggung berjalan (wagon stage) pada suatu karnaval. Bentuk ini kemudian diadopsi oleh sutradara teater modern yang menghendaki lakon ditampilkan melalui akting para pemain secara lebih artifisial (dibuat-buat agar lebih menarik) kepada penonton. Bagian panggung yang dekat dengan penonton memungkinkan gaya akting teater presentasional yang mempersembahkan permainan kepada penonton secara langsung, sementara bagian belakang atau panggung atas dapat digunakan untuk penataan panggung yang memberikan gambaran lokasi kejadian.
4.1.2 Bagian-bagian Panggung
Panggung teater modern memiliki bagian-bagian atau ruangruang yang secara mendasar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian panggung, auditorium (tempat penonton), dan ruang depan. Bagian yang paling kompleks dan memiliki fungsi artistik pendukung pertunjukan adalah bagian panggung. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri. Seorang penata panggung harus mengenal bagian-bagian panggung secara mendetil. Gambar 278 dan 279 menerangkan bagian-bagian panggung.

A Border. Pembatas yang terbuat dari kain. Dapat dinaikkan dan diturunkan. Fungsinya untuk memberikan batasan area permaianan yang digunakan.
B Backdrop. Layar paling belakang. Kain yang dapat digulung atau diturun-naikkan dan membentuk latar belakang panggung.
C Batten. Disebut juga kakuan. Perlengkapan panggung yang dapat digunakan untuk meletakkan atau menggantung benda dan dapat dipindahkan secara fleksibel.
D Penutup/flies. Bagian atas rumah panggung yang dapat digunakan untuk menggantung set dekor serta menangani peralatan tata cahaya.
E Rumah panggung (stage house). Seluruh ruang panggung yang meliputi latar dan area untuk tampil
F Catwalk (jalan sempit). Permukaan, papan atau jembatan yang dibuat di atas panggung yang dapat menghubungkan sisi satu ke sisi lain sehingga memudahkan pekerja dalam memasang dan menata peralatan.
G Tirai besi. Satu tirai khsusus yang dibuat dari logam untuk memisahkan bagian panggung dan kursi penonton. Digunakan bila terjadi kebakaran di atas panggung. Tirai ini diturunkan sehingga api tidak menjalar keluar dan penonton bisa segera dievakuasi.
H Latar panggung atas. Bagian latar paling belakang yang biasanya digunakan untuk memperluas area pementasan dengan meletakkan gambar perspektif.
I Sayap (side wing). Bagian kanan dan kiri panggung yang tersembunyi dari penonton, biasanya digunakan para aktor menunggu giliran sesaat sebelum tampil.
J Layar panggung. Tirai kain yang memisahkan panggung dan ruang penonton. Digunakan (dibuka) untuk menandai dimulainya pertunjukan. Ditutup untuk mengakhiri pertunjukan.
Digunakan juga dalam waktu jeda penataan set dekor antara babak satu dengan lainnya.
K Trap jungkit. Area permainan atau panggung yang biasanya bisa dibuka dan ditutup untuk keluar-masuk pemain dari bawah panggung.
L Tangga. Digunakan untuk naik ke bagian atas panggung secara cepat. Tangga lain, biasanya diletakkan di belakang atau samping panggung sebelah luar.
M Apron. Daerah yang terletak di depan layar atau persis di depan bingkai proscenium.
N Bawah panggung. Digunakan untuk menyimpan peralatan set. Terkadang di bagian bawah ini juga terdapat kamar ganti pemain.
O Panggung. Tempat pertunjukan dilangsungkan.
P Orchestra Pit. Tempat para musisi orkestra bermain. Dalam beberapa panggung proscenium, orchestra pit tidak disediakan.

Q FOH (Front Of House) Bar. Baris lampu yang dipasang di atas penonton. Digunakan untuk lampu spot.
R Langit-langit akustik. Terbuat dari bahan yang dapat memproyeksikan suara dan tidak menghasilkan gema.
S Ruang pengendali. Ruang untuk mengendalikan cahaya dan suara (sound system).
T Bar. Tempat menjual makan dan minum untuk penonton selama menunggu pertunjukan dimulai.
U Foyer. Ruang tunggu penonton sebelum pertunjukan dimulai atau saat istirahat.
V Tangga. Digunakan untuk naik dan turun dari ruang lantai satu ke ruang lantai lain.
W Auditorium (house). Ruang tempat duduk penonton di panggung proscenium. Istilah auditorium sering juga digunakan sebagai pengganti panggung proscenium itu sendiri.
X Ruang ganti pemain. Ruang ini bisa juga terletak di bagian bawah belakang panggung.
Sumber :
Santosa, Eko dkk, 2008, Seni Teater Jilid 2 untuk SMK, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 387 – 395.

Jumat, 03 September 2010

Tugas makalah semantik

PERUBAHAN MAKNA
TUGAS MATA KULIAH SEMANTIK BAHASA INDONESIA
MAKALAH KELOMPOK
Dosen Pengampu : Dr. Sulistiyo, M. Pd. dan Mukhlis, S. Pd. , M. Pd.










KELOMPOK 5
Anggota : NPM
Ahmad Zul Okfiandi 08410003


IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2010


DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………….. ii
Daftar isi…………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN
Latarbelakang.…………………………………………………………….... 1
Rumusan masalah …………………………………………………………. 1
Tujuaan …..................................................................................................... 2
manfaat …………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakekat perubahan makna ………………………………………........... 3
B. Sebab – sebab perubahan makna………………………………………. 3
C. Jenis perubahan makna……………………………………………….... 7
D. Faktor Yang Mngangkibatkan Perubahan Makna……………………… 9

BAB III PENUTUP
A. Simpulan…………………………………………………………… 11
B. Saran……………………………………………………………….. 11

Daftar Pustaka ……………………………………………………………... 12







KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat Dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perubahan Makna” ini dengan sebaik-baiknya.
Kami sadar bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dosen pengampu, rekan-rekan dan pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril maupun spiritual. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
“Tiada Gading yang tak Retak” pepatah itulah yang mewakili ungkapan perasaan kami bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka kiranya kritik dan saran sangat kami nanti dari para pembaca.




Semarang, Maret 2010


Penyusun












BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi dunia pendidikan Bahasa Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar dan pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar. Dari aspek kualitas, pendidikan Bahasa Indonesia kita memang sungguh sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain.
Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di bahas secara mendalam di dalam pembahasan.
Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi, terkadang hamper tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu perlu bagi kita sebagai calon guru Bahasa Indonesia untuk mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh salah sarunya tentang perubahan makna.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perubahan makna?
2. Apa saja yang mempengaruhi perubahan makna?
3. Apa saja yang termasuk dalam perubahan makna ?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan makna?



C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan mengerti apa hakikat dari perubahan makna.
2. Mengetahui apa saja yang mempengaruhi perubahan makna
3. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam perubahan makna.
4. Mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan makna.

D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini antara lain:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca.
2. Memahami tentang perubahan makna kata .
3. Memotivasi guru atau calon pendidik terutama jurusan Bahasa Indonesia untuk lebih memahami perkembangan bahasa.






























BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Perubahan Makna

Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat dianggap sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna ( Stephen, 2007 : 263-264 )
Dalam sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua bentuk. Beberapa dari ahli semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang sederhana, mereka mencoba menjelaskan perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri). Pada beberapa dekade terakhir suatu pandangan yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip struktural telah meluas, perhatian telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi satuan-satuan yang lebih luas yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang mencakupi kata-kata tersebut.

B. Sebab-sebab Perubahan Makna

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.
2) perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan) untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.
3) Pebedaan bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna barunya yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap naskah drama dan lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya, hanya perlu diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam bidang lain secara metaforis atau secara perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang asalnya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dengan makna yang lainnya.
4. Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
5. Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
6. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan istilah peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative. Contoh kata bini sekarang ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliorative. Begitupun terjadi pada kata laki dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.
7. Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentukya secara utuh. Sebagai contoh ada yang berkata “ ayahnya meninggal” tentu maksudnya meninggal dunia tapi hanya disebutkan meninggal saja. Hal ini terjadi pula pada kata berpulang yang maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke perpus yang maksudnya ke perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium dan sebagainya. Kalau disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi bentuk yang lebih pendek.




8. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
9. Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.

C. Jenis Perubahan Makna
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya :
1. Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.


2. Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3. Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
4. Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5. Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel. Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.

D. Faktor yang Memudahkan Terjadinya Perubahan Makna
Dalam hubungannya dengan perubahan makna Ullmann (1972 :198-210) lewat Mansoer Pateda menyebutkan beberapa factor yang memudahkan terjadinya perubahan makna, berikut uraiannya :
1. Faktor Kebahasaan
Perubahan makna karena factor kebahasaan berhubungan dengan fonologi, morfologi dan sintaksis. Misalnya kata sahaya yang pada mulanya bermakna budak tetapi karena kata ini berubah menjadi kata saya maka makna kata saya dihubungkan dengan orang pertama dan orang tidak menghubungkan dengan kata budak sehingga maknanya pun menjadi berubah.
2. Faktor kesejarahan
Faktor ini dapat dirinci menjadi factor objek, faktor institusi, faktor ide, dan faktor konsep ilmiah. Sebagai contoh factor objek, kata wanita yang sebenarnya berasal dari kata betina. Kata betina selalu dihubungkan dengan hewan. Kata betina dalam perkembangannya menjadi batina lalu fonem /b/ merubah menjadi /w/ sehingga menjadi wanita. Dan kata wanita ini berpadanan dengan kata perempuan dan sekarang orang tidak lagi menghubungkan kata wanita dengan kata hewan.
3. Faktor Sosial
Perubahan makna yang disebabkan karena faktor sosial dihubungkan dengan perkembangan Makna kata dalam masyarakat. Misalnya kata gerombolan yang pada mulanya bermakna orang yang berkumpul atau kerumunan orang tapi kemudian kata ini tidak disukai lagi sebab selalu dihubungkan dengan pemberontak atau pengacau. Sebelum tahun 1945 orang dapat saja berkata “ Gerombolan laki-laki menuju pasar”, tetapi setelah tahun 1945 apalagi dengan munculnya pemberontak maka kata gerombolan enggan digunakan bahkan ditakuti.


4. Faktor Psikologi
Faktor psikologi ini dapat dirinci lagi menjadi factor emosi dan kata-kata tabu. Sebagai contoh dari factor tabu misalnya penggunaan kata bangsat. Dahulu makna kata bangsat dihubungkan dengan binatang yang biasa menggigit jika kita duduk di kursi rotan karena binatang itu hidup di sela-sela anyaman rotan. Sekatang kalau orang marah lalu mengatakan, “ Hei bangsat, kenapa hanya duduk?” maka kata bangsat disini tidak lagi diartikan sebagai binatang kecil tapi manusia yang malas yang kelakuannya menyakitkan hati, sehingga ada perubahan makna pada kata tersebut.
5. Pengaruh Bahasa Asing
Perubahan bahasa yang satu dengan yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu disebabkan oleh interaksi antara sesame bangsa. Itu sebabnya pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia juga tidak dapat dihindarkan. Pengaruh itu misalnya berasal dari bahasa Inggris yaitu pada kata keran yang berasal dari bahasa Inggris crank yang kemudian dalam bahasa Indonesia bermakna keran yang artinya pancuran air ledeng yang dapat dibuka dan ditutup. Tetapi kalimat “ Engkau masuk departemen dan dapat membuka keran untuk kemajuan daerah kita”. Makna keran tidak lagi katup penutup tapi lebih banyak dikaitkan dengan anggaran.
6. Karena Kebutuhan Kata yang Baru
Telah diketahui bahwa manusia berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut perlu nama atau kata barukarena bahasa adalah alat komunikasi. Kadang-kadang konsep baru itu belum ada lambangnya. Dengan kata lain manusia berhadapan dengan ketiadaan kata atau istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut bukan saja kata atau istilah tersebut belum ada tapi juga orang merasa bahwa perlu menciptakan kata atau istilah baru untuk suatu konsep hasil penemuan manusia. Misalnya karena bangsa Indonesia merasa kurang enak menggunakan kata saudara maka muncullah kata Anda. Kata saudara pada mulanya dihubungkan dengan orang yang sedarah dengan kita tapi kini kata saudara digunakan untuk menyebut siapa saja.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Hakikat perubahan makna adalah bahwasannya perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri).
2. Sebab-sebab perubahan makna yaitu perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan social dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah.
3. Jenis perubahan makna yaitu perubahan meluas, perubahan menyempit, perubahan total, penghalusan, dan pengasaran.
4. Faktor yang memudahkan perubahan makna yaitu factor kebahasaan, factor kesejarahan, factor social, factor psikologi, factor pengaruh bahasa asing dan factor kebutuhan kata yang baru.
B. Saran
Saran ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada jurusan kebahasaan terutama bahasa Indonesia, hendaklah di zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.







Daftar Pustaka

Pateda, Mansoer. 1996. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Ullmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogjakarta : Pustaka Pelajar